Ketentuan
ini berasal dari Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang “diangkat” ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara
hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan yang tidak
dipertang-gungjawabkan (akuntabel). Masuknya rumusan itu ke dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu contoh pelaksanaan
kesepakatan dasar dalam melakukan per-ubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yakni kesepakatan untuk mema-sukkan hal-hal
normatif yang ada di dalam Penjelasan ke dalam pasal-pasal.
Masuknya
ketentuan mengenai Indonesia adalah negara hukum (dalam Penjelasan rumusan
lengkapnya adalah “negara yang berdasar atas hukum”) ke dalam pasal dimaksudkan
untuk memperteguh paham bahwa Indonesia adalah negara hukum, baik dalam
penyelenggaraan negara maupun kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Secara
umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum, kita melihat
bekerjanya tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law),
kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum
dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).
Dalam
penjabaran selanjutnya, pada setiap negara hukum akan terlihat ciri-ciri
adanya:
1) jaminan perlindungan
hak-hak asasi manusia;
2) kekuasaan kehakiman
atau peradilan yang merdeka;
3) legalitas dalam arti
hukum, yaitu bahwa baik pemerintah/negara maupun warga negara dalam bertindak
harus berdasar atas dan melalui hukum;
Berdasarkan
ketentuan Pasal 24 negara hukum Indonesia mengenal juga adanya Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) sebagai salah satu lingkungan peradilan di samping peradilan
umum, peradilan militer dan peradilan agama. Adanya PTUN sering juga diterima
sebagai salah satu ciri negara hukum.
Di
dalam literatur memang dikenal juga adanya ciri lain sebagai varian di dalam
negara hukum, yakni adanya peradilan tata usaha negara atau peradilan administrasi
negara’ (Administratief rechtsspraak). Namun ciri itu tidak selalu ada di
negara hukum karena amat bergantung pada tradisi yang melatarbelakanginya. Ciri
itu biasanya ada di negara hukum dengan latar belakang tradisi Eropa
Kontinental dengan menggunakan istilah rechtsstaat.
Di dalam rechsstaat pelembagaan
peradilan dibedakan dengan adanya peradilan khusus administrasi negara karena pihak
yang menjadi subjek hukum berbeda kedudukannya yakni pemerintah/pejabat tata
usaha negara melawan warga negara sebagai perseorangan atau badan hukum privat.
Namun di negara hukum yang berlatar belakang tradisi Anglo Saxon yang negara hukumnya
menggunakan istilah the rule of law peradilan
khusus tata usaha negara pada umumnya tidak dikenal sebab pandangan dasarnya
semua orang (pejabat atau bukan) berkedudukan sama di depan hukum.
Meskipun
tidak sepenuhnya menganut paham negara hukum dari Eropa Kontinental, karena
warisan sistem hukum Belanda, Indonesia menerima dan melembagakan adanya
peradilan tata usaha negara di dalam sistem peradilannya. Sementara itu
penggunaan istilah rechtsstaat dihapus
dari Undang-Undang Dasar kita sejalan dengan peniadaan unsur “Penjelasan” setelah
Undang-Undang Dasar negara kita itu dilakukan empat kali perubahan. Istilah
resmi yang dipakai sekarang, seperti yang dimuat dalam pasal 1 ayat (3), adalah
“negara hukum” yang bisa menyerap substansi Rechtsstaat
dan the rule of law sekaligus. Unsur konsepsi
negara hukum yang berasal dari tradisi Anglo Saxon (the rule of law) di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 terlihat dari bunyi
pasal 27 ayat (1) yang menegaskan bahwa “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Konsekuensi
ketentuan itu adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara
dan penduduk (warga negara dan orang asing) harus berdasarkan dan sesuai dengan
hukum. Ketentuan itu sekaligus dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat
negara maupun oleh penduduk.
sumber: buku panduan pemasyarakatan UUD 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tambahkan komentar anda