Oleh : Afriansyah
diharapkan dengan adanya cerpen ini kedamaian dinegri tercinta akan terwujud. dan semoga saudaraku dipalestina dapat merasakan awan kemerdekaan. amin
selamat membaca!!!
selamat membaca!!!
Bunyi itu pun
terdengar sampai ke kamar Ridwan. ”suara apa itu?” ucapnya dalam hati. Iapun
melangkahkan kakinya dan mencari apa yang sedang terjadi. Tampak ibunya sedang
gemetar dan hanya diam terpaku di dapur. ”ada apa bu?” ucapnya. Ibunya terlihat
pucat dan berkata ”ibu tak sengaja memecahkannya. Apakah ini ada pertanda
buruk?”. Diapun teringat akan sosok ayahnya yang lagi terlibat konflik dengan
desa sebelah. Kedua desa, yaitu desa kanjuhuran dan kusangin memang tidak
pernah akur selama beberapa tahun ini dan mereka sering terlibat konflik
berdarah.
Ridwanpun
bergegas pergi keluar tanpa memikirkan tangannya yang luka. ”kamu mau kemana
nak?” ucap seorang ibu yang begitu sayang kepada anaknya itu ”lukamu belum
sembuh” sambungnya. Diapun langsung pergi menemui ayahnya. ”aku ingin bertemu
ayah bu” jawabnya dari kejauhan. ”Ya tuhan lindungilah anak dan suamiku”
do’anya kepada sang Maha Pencipta.
Sambil membersihkan
beling yang berserakan, ibunya pun merasa gelisah. Bagaimana tidak perkelahian
minggu lalu saja telah melukai anaknya. Saat itu Ridwan disabet
menggunakan parang dan lukanya cukup serius. Untung saja ia masih bisa
diselamatkan. Ia takut hal yang sama akan terjadi pada suaminya. ”kapankah
semua ini akan berakhir?” tanyanya dalam hati. ”seperti tak ada habisnya”
ujarnya. Diapun hanya bisa terduduk lemas di depan pintu menanti kabar sang
suami.
***
Desa Kanjuhuran dan
desa Kusangin adalah dua desa yang bertetangga di kabupaten simuba. Dulunya
kedua desa hidup dengan rukun. Tapi beberapa tahun terakhir ini kedua desa
tampak tegang. Entah siapa yang memulai konflik ini. Tapi konflik ini terjadi
tidak lama setelah pak Mukhlis, yang juga ayahnya Ridwan diangkat warga desa
sebagai kepala desa.
Konflik kedua desa
ini dilatarbelakangi oleh batas wilayah kedua kampung. Setiap ada masalah
kecil, kedua desapun menjadi tegang. Sudah beberapa kali dilakukan proses
perdamaian antara kedua kampung, dan sudah beberapa kali pula perjanjian itu
hanya hitam diatas putih.
Sudah banyak yang harus dikorbankan dari pertikaian antara kedua kampung.
Mulai dari waktu, harta benda, sampai kepada nyawa. Hidup damai dan tentram
hanyalah menjadi mimpi yang mungkin suatu saat akan menjadi kenyataan bagi
kedua kampung.
***
Dari jauh terlihat
seorang sosok yang sedang memapah orang yang terluka. ”mak, tolong bapak mak!
Bapak terluka” suara sosok itu dari kejauhan yang tidak terdengar jelas.
Sekejap saja sosok yang sedang duduk didepan pintupun beranjak dari
peraduannya. Sosok itupun segera berlari mendatangi kedua sosok itu. ”kenapa
dengan bapak mu nak?” tanya ibu yang tua renta itu. ”bapak tersabet
parang mak” jawabnya sambil menghela nafas. ”aku menemukannya di perbatasan
desa” sambungnya. ”bawa bapakmu masuk” ucap ibu syariah-ibu Ridwan-.
Akhirnya, konflik
kedua desa dapat juga mereda. Pak Drajat-orang kepercayaan pak Mukhlis- mau
berunding dengan pak Rahmat-kades kusangin-. Dengan adanya perundingan ini
ketegangan dua desapun dapat dikurangi untuk sementara. Namun bukan berarti konflik
ini benar-benar berhenti. Sudah berulang kali perjanjian hanyalah jadi
perjanjian, tidak pernah direalisasikan dalam tindakan yang nyata. Kedua desa
sepakat untuk menghentikan konflik yang sedang berlangsung. Mungkin mereka
sudah lelah dengan semua yang terjadi. tapi demi harga diri mereka, hal itu
mereka kesampingkan. Bagi mereka lebih baik mati membela kampung dari pada
harus mengalah dan menyerahkan batas desa.
Haripun
berlalu, kini tidak tampak lagi konflik badan antara kedua desa. Tetapi suasana
tegang antara kedua desa masih terasa. Warga kanjuhuran yang biasa mencari
nafkah di perbatasan kedua desapun tidak berani untuk mendekat dan bekerja.
Mereka hanya beraktifitas didalam kampung.
***
”maling...maling...”
terdengar suara teriakan disubuh hari. Mendengar teriakan itu, wargapun
terbangun dan langsung mencari sumber teriakan. Dilihat warga dua orang suami
istri yang berdaya sedang terkapar di ruang tamu rumah mereka. Pintupun dalam
keadaan terbuka. Ternyata itu adalah pak Syukron dan istrinya. Maling tersebut
tidak hanya mengambil harta pak Syukron tapi juga melukai keduanya.
Dari kejauhan,
tampak sosok yang sedang kekelahan seperti habis mengejar sesuatu. ”malingnya
lari kesana” ucapnya terengeh-engeh. Ternyata itu adalah si Madin. Ia
adalah penjaga pos ronda. ”kemana?” tanya seorang warga untuk memperjelas.
”itu...” ucapnya sambil. ”kemana?” tanya warga yang lain. ”kedesa sebelah”.
”apa?” wargapun mulai curiga bahwa maling tersebut adalah warga desa kusangin.
Tiba-tiba
ditengah mereka datanglah Ridwan yang terbangun karena teriakan tadi. ”ada apa
ini?” ucapnya keheranan. ”ini...pak Syukron kemalingan. Pak Syukron juga
dibacok oleh tu maling” ucap madi-salah seorang warga desa-.”malingnya lari
kedesa kesebelah wan” sambar Madin. Ridwanpun merasa heran dengan semua ini.
Bagaimana mungkin malingnya bisa dari desa sebelah. Perbatasan kedua desa saja
dibatasi oleh dua orang penjaga di masing-masing desa. ”sudahlah, biar aku yang
akan menyelesaikannya. Sekarang kalian bantu pak Syukron”
Ridwanpun bergegas
pergi kerumah untuk menemui ayahnya. Sesampainya di rumah, ia melihatnya
ayahnya ada di ruang tamu bersama pak Drajat. Kebetulan waktu itu pak Drajat
sedang bermalam di rumah pak Mukhlis. Iapun segera menghampiri ayahnya. ”apa
yang terjadi tadi nak?” tanya ayahnya. ”rumah pak Syukron disatroni maling”
jawabnya. ”maling?... pasti maling itu dari desa sebelah” sambung pak Drajat.
”kok bapak bisa tahu?” tanya Ridwan keheranan. ”memang benar apa yang dikatakan
pak Drajat, Ridwan?” tanya ayahnya. ”kata pak Madin sih seperti itu” jawabnya.
Hati pak Mukhlispun
memanas mendengar berita itu. ”bapak tenang saja. Belum tentu lagi malingnya
adalah warga desa sebelah. Kita harus membuktikannya” kata Ridwan yang ingin
kedua desa hidup dalam perdamaian. ”tak mungkin” sela pak Drajat. ”bapak tidak
percaya dengan pak Madin. Ia penjaga pos, tentu ia melihat kemana maling itu
pergi!” tambahnya. Pak Mukhlispun bingung dengan keadaan ini. Ia harus memilih
antara anaknya dan orang kepercayaannya. ”pak, sudahlah pak. Kita akhiri saja
semua konflik ini. Tidak ada gunanya konflik yang terus berkepanjangan ini”
ucap Ridwan mencoba untuk membuka hati ayahnya. ”tidak bisa!!” sambar pak
Drajat.”ini adalah demi harga diri. Kalau kita berdamai kepada mereka, berarti
kita kalah” sambungnya. ”bapak jangan coba mempengaruhi bapak saya ya?”
Suasana
di rumahpun menjadi tegang. Perang mulut antara Ridwan dan pak Drajatpun mulai
berkoar. Ridwanpun akhirnya memutuskan pergi kedesa sebelah untuk menyelesaikan
kasus ini. Pada awalnya ayahnya tidak mengizinkan Ridwan untuk pergi karena dia
takut terjadi sesuatu pada anak semata wayangnya itu. Tapi kemauan si Ridwan
akhirnya memaksa ayahnya untuk mengizinkannya pergi kedesa sebelah.
”perdamaian itu
akan datang” ucapnya sambil berlalu meninggalkan rumah. Dengan mengusung
perdamaian iapun pergi kedesa sebelah untuk berunding. Ia ditemani oleh si Amar
teman dekatnya. Ia harap apa yang ia lakukan ini akan membawa semilir angin
perdamaian.
Sesampainya di
perbatasan desa ia dan Amar dicegat oleh orang yang tidak dapat ia kenali.
Disitulah mereka dibacok, hingga akhirnya Ridwanpun tewas. Ternyata Amar dapat
menyelamatkan diri dari peristiwa itu, walaupun ia menderita luka bacok.
Amarpun kembali kedesa dengan luka parah dibagian kaki.
***
”pak, Ridwan kemana?”
tanya bu Syariah kepada suaminya. ”Dia pergi kedesa Sebelah bu” ucap suaminya.
”perasaanku jadi tidak enak gini pak? Ada urusan apa dia pergi kesana?” tanya
ibu Ridwan. ”Dia mau berunding dengan desa sebelah” ucap suaminya.
Datanglah
Amar dengan luka parah yang dideritanya. ”ada apa Mar? Mana si Ridwan?” tanya
pak Mukhlis. ”Si Ridwan Meninggal pak. Ia dibacok orang di perbatasan” ucap si
Amar terengeh-engeh. ”Apa? Siapa pembunuhnya? ” tanya pak
Mukhlis dengan perasaan sedih.
Terlihat sosok yang
sedang berlari kearah rumah Pak Mukhlis. ”ada berita pak!” ucapnya. Ternyata
itu adalah si Madi. ”ternyata malingnya adalah si Udin warga desa kita”
ucapnya. ”si Madin hanya berbohong pak, ia disuruh oleh pak Drajat” sambungnya.
Mendengar laporan ini pak Mukhlis merasa bersalah dengan anaknya. Iapun
bertekuk dan menyadari bahwa sikapnya selama ini salah. Ia pun berjanji akan
mewujudkan cita-cita anaknya untuk mewujudkan perdamaian.
”kita datangi pak
Drajat!” kata pak Mukhlis dengan tegas. Warga bersama kepala desapun mendatangi
rumah pak Drajat. Disana mereka menemukan rumah pak Drajat dalam keadaan
kosong. Ternyata pak Drajat telah mengetahui hal ini dan segera pergi untuk
menghilangkan jejak.
Akhirnya, pak
Mukhlis luluh hatinya setelah kematian anaknya. Kini tak ada lagi yang
menghalangi ia untuk berunding dengan desa sebelah. Selama ini ketika pak
Mukhlis ingin berunding dengan desa sebelah, pak Drajat selalu menghalangi
perundingan itu. Hal ini dilakukan pak Drajat untuk mengambil alih kekuasaan di
desa ini. Terakhir, terdengar kabar bahwa orang yang mebunuh Ridwan adalah
orang suruhan pak Drajat.
Jenazah
Ridwanpun akhirnya dibawa pulang untuk dimakamkan. Didepan jenazah anaknya pak
Mukhlis berjanji akan mewujudkan perdamaian di dua desa. ”perdamaian yang engkau
impikan akan segera terwujud nak. Terima kasih karena engkau telah membukakan
pintu hatiku. Sebentar lagi kami akan
merasakan nikmatnya semilir angin yang engkau perjuangkan” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tambahkan komentar anda